Rabu, 18 Agustus 2010

Peresmian TK Asyyifa dan Silaturrahmi Ramadhan

Harian Waspada, Jumat 6 Agustus 2010

Menyambut bulan Ramadhan 1431 H, TK Assyifa Jalan Bajak II H Gg. Coklat I Marindal melaksanakan peresmian gedung sekaligus silaturrahmi menyambut Ramadhan bersama masyarakat dan wali murid di sekolahnya, Rabu (4/8). 

Acara ditandai dengan pembacaan ayat suci Al Quran oleh Qori Nasional Syaiful Fai, SAg dan tausyiah dibawakan Al Ustadz Drs. Ahmad Syamsuri Matondang serta ditutup dengan doa oleh Kadiman, SAg berlangsung khitmad. 

Menurut Kepala TK Assyifa Rahmi Hartati, AMaPd didampingi Dra Hj. Farida Hanum Nasution mengharapkan peresmian ini menjadi titik awal bangkitnya kualitas dan mutu pendidikan Taman Kanak-Kanak Asyyifa semakin baik serta meningkat di masa mendatang. Kemudian melalui peresmian ini kita coba menjalin silaturrahmi bersama orangtua siswa dan tokoh masyarakat di sekitar sekolah dalam mengangkat mutu pendidikan di lingkungan ini dan menyambut bulan Suci Ramadhan, agar pada masa mendatang kerjasama yang telah dibina dapat terus berkesinambungan. 

Sementara Al Ustadz Drs Ahmad Syamsuri dalam tausyiahnya mengemukakan ada dua kontras dalam bulan Ramadhan, satu sisi ada orang yang dapat keringanan untuk tidak puasa seperti uzur, hamil tua, pekerja keras, tapi mereka tetap puasa. Sisi lain ada yang muda, gagah, kekar, sehat tapi tidak puasa. Kenapa? Tergantung hidayah dalam hatinya. Mari perbaiki kualitas puasa dari sekadar mengharap pahala ke tingkat Ridho Allah SWT. Tahun depan akan kembali lagi, tapi belum pasti kita masih hidup saat itu.

Sumber: http://issuu.com/waspada/docs/waspada__jumat_6_agustus_2010

Gelang dan Gelar Haji

Oleh: Drs. Ahmad Syamsuri Matondang

Tulisan ini dimuat di Harian Waspada, Jum'at, 08 Januari 2010

Alhamdulillah, para jamaah haji, duyufurrahmaan yang telah berjuang dengan segenap tenaga dan apapun yang mereka miliki telah kembali ke tanah air, setelah berjuang selama 40 hari di Makkah dan Madinah. Tentunya doa dan harapan kita, semoga yang kembali ke tanah air mendapat rahmat dengan haji mabrur, dan semoga mereka yang “kembali” kepada Allah dalam perjuangan jihad besar itu, diampunkan Allah kesalahan dan dosa mereka berkat niat hajinya dan dimasukkan Allah ke dalam syurga-Nya.

Tulisan berikut ini akan memperbincangkan sedikit mengenai gelang dan gelar haji, dua hal yang selalu bersinggungan dengan para jama’ah yang baru kembali dari tanah suci. Semoga tulisan ini tidak menyinggung perasaan siapapun, jadi penulis memohon maaf atas kemungkinan kelemahan mendasar dari tulisan ini.

Haji adalah sejumlah simbol yang terbentuk dari pelbagai amalan, sebuah symbol penyerahan total tanpa syarat seorang manusia (baca: hamba) kepada Allah SWT. Haji merupakan simbol kesinambungan umat Islam dengan “bapak” nya, Ibrahim AS , karena kita menghidupkan syiarnya dan bertawaf di rumah Allah yang dibangunnya.

Haji menjadi simbol persatuan umat Islam,  tanpa memandang ras, warna kulit dan kebangsaan. Karena dasar persatuan kaum muslimin adalah aqidah, agama dan syari’at Islam. Jadi haji merupakan manifestasi prinsip-prinsip Islam; ukhuwah Islamiyah, di mana manusia merasakan secara nyata bahwa ia adalah saudara bagi setiap muslim di dunia.

Manifestasi persamaan antar berbagai bangsa dan suku serta warna kulit dan bahasa yang berbeda. Haji adalah manifestasi firman Allah, “Dan Kami jadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (QS. Al- Hujarat 13). Di dalam pelaksanaan haji terwujud ta’aruf akbar antar bangsa-bangsa di dunia.

Sehingga ada yang menyebut tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa haji merupakan manifestasi kesetiaan seluruh kaum muslimin terhadap satu kesatuan politik, demikian Sa’id Hawwa dalam al-Islam. Mengutip Emha Ainun Nadjib, paling tidak terdapat tiga dimensi esensial kehidupan manusia menyatu dalam pelaksanaan ibadah haji; kebenaran, kebaikan dan keindahan.

Haji adalah – atau kita sebut semestinya- puncak totalitas penyatuan  antara tiga dimensi itu, yang diperjuangkan oleh kehidupan manusia. Haji lebih dari sekedar efek dari kesanggupan ekonomi seseorang untuk berangkat ke Arab Saudi (tepatnya Makkah dan Madinah), walaupun memang pelaksanaan ibadah haji adalah sebuah ibadah yang diwarnai dengan kemewahan, dalam seluruh artinya

Utamanya bagi kita yang bertempat tinggal jauh dari Arab Saudi , haji adalah kemewahan ekonomi.
Namun tidak semua yang berangkat ke tanah suci adalah mereka yang beruang, sebab tidak sedikit yang berangkat justru karena di berangkatkan. Haji juga lebih dari sekedar “romantisme pengembaraan kultural”. Terlebih-lebih lagi haji bukan aksesoris keperluan politis, status dan kebanggan sosial, yang dalam tuntutan pelaksanaan peribadatan haji halhal itu justru harus ditanggalkan demi hakikat dan otentisitas haji itu sendiri.

Tidak sedikit memang, di antara yang berangkat haji, menjadikan gelar haji sebagai alat menaikkan “peci” reputasinya di hadapan masyarakat, utamanya ketika dicalonkan (atau lebih tepatnya mencalonkan) diri ingin menjadi “seseorang”.

Karena haji adalah simbol kepasrahan total manusia tanpa syarat kepada Allah; Ia pasrah apapun kemungkinan yang akan dialaminya selama sembilan jam lebih perjalanan pergi dan pulang di atas awan. Ia pasrah kalaupun kemungkinan cuaca Arab Saudi tidak bersahabat dengannya dan mengakibatkan dia jatuh sakit atau bahkan meninggal dunia.

Seseorang yang telah pasrah total tanpa syarat seperti itu, maka dalam melaksanakan perintah-Nya tidak lagi melihat hikmah dan ma’nanya termasuk diantaranya, ia tidak akan mempedulikan apakah kelak ketika sekembalinya dari tanah suci, jiran, tetangga, keluarga, kerabat, kolega, ummat, jama’ah, akan memanggilnya dengan sebutan pak haji, buk haji.

Ia akan sadar bahwa Rasulullah Muhammad SAW, juga pernah melaksanakan haji, tapi belum pernah ia kita panggil dengan sebutan Haji Muhammad SAW. Demikianpun dengan Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Belum sekalipun ingat penulis, kita memakaikan gelar Haji di depan nama-nama mereka.

Kita juga belum pernah mendengar ada orang yang menyebut ummul mukminin, Hajjah Aisyah Radiallahu Anha, atau Hajjah Fatimah az-Zahrah. Lagi pula sepertinya status haji masih kalah bersaing dengan gelar kiai , padahal yang satu produk agama sementara yang lainnya produk budaya.Tapi memang harus kita sadari, bahwa kalau seseorang disebut pak haji, itu hanya menginformasikan bahwa ia pernah melakukan ibadah haji ke tanah suci.

Tapi kalau seseorang disebut Kiai, ada beberapa dimensi yang dikandungnya; kesalehan, kepandaian, kealiman, kepribadian dan mungkin juga kepemimpinan atau kapasitas- kapasitas fungsi dan reputasi sosial tertentu, yang mungkin tak tersosialisasikan ketika seseorang disebut haji.

Demikian juga dengan gelang yang sepanjang berada di tanah suci, “wajib” harus dipakai. Sesampai di tanah air, ia tanggalkan. Ia sadar betul bahwa tidak jarang gelang itu justru menimbulkan ria dalam diri para haji. Kalaupun kemudian ia memakainya sesekali, adalah karena ia ingin mengingatkan bahwa dirinya telah berangkat haji dan beberapa kali terselamatkan dari sesat di Arab Saudi berkat bantuan dari gelang yang ada di tangannya itu.

Sumber: http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=79937:gelang-dan-gelar-haji&catid=33&Itemid=98

Suasana Ceria Sambut HGN Di SMA Dharmawangsa

Harian Waspada, Minggu 6 Desember 2009

Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) di SMA Dharmawangsa tahun ini terasa lebih ceria dan meriah. Seluruh siswa/i dan guru, Senin (31/ 11) selain melaksanakan upacara bendera oleh Paskibra juga menggelar berbagai perlombaan bagi guru, pemotongan kue dan kreativitas seni siswa. Dalam pidato Mendiknas Prof. Dr. Ir.Mohammad Nuh, DEA yang dibacakan Wakasek SMA Dharmawangsa Drs. Ahmad Syamsuri selaku pembina upacara menyampaikan, guru menjadi faktor penentu utama proses pendidikan dan pembelajaran. "Tidak ada guru, tidak ada pendidikan. Hanya dengan sentuhan guru profesional yang bermartabat, terlindungi dan sejahtera, anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu," katanya. Dikatakan Mendiknas, prestasi, keteladanan, dan kepeloporan para guru yang telah ditunjukannya semasa revolusi hingga sekarang adalah semangat dan tradisi perjuangan yang perlu terus diseleraskan, seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. "Untuk menganisipasi hal itu, tidak berlebihan kiranya harapan masa depan bangsa Indonesia dipertaruhkan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru," sebutnya. Pemerintah dan penyelenggara pendidikan, terang Mendiknas, tidak pernah berhenti berupaya meningkatkan profesionalisme guru dan kesejahteraan guru. Secara bertahap dan berkesinambungan pihak-pihak yang berkepentingan ini akan melaksanakan peningkatan kualifikasi dan melakukan sertifikasi profesi bagi guru sebagai bagian dari standarisasi kompetensi guru secara nasional. Pada kesempatan itu, Ahmad Syamsuri menyampikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas prestasi, dedikasi, komitmen, keikhlasan dan pengabdian para guru kepada bangsa dan negara. Usai upacara, pengurus OSIS dan siswa SMA Dharmawangsa memberikan cenderamata, berupa bunga dan bingkisan kepada para guru mereka serta pemotongan kue tar yang dilakukan Wakasek Drs. Ahmad Syamsuri Matondang yang selanjutnya menyerahkannya kepada guru terlama R Sitorus dan termuda Lailan Hafiza. Selain itu peringatan HUT Guru ini juga dimeriahkan dengan per-lombaan voli antar guru dan siswa, pembacaan puisi yang dibacakan dalam tiga bahasa (Inggris, Jepang dan Indonesia) serta pementasan musik keyboard dari guru-guru dan band siswa serta tari-tarian.

Sumber: http://issuu.com/waspada/docs/waspada__minggu_6_desember_2009

Sambut Ramadhan, KB Dharmawangsa Rekreasi Bersama Di Berastagi

Harian Waspada, Kamis 6 Agustus 2009 

Menyambut bulan suci Ramadhan 1430 H, sebanyak 130 keluarga besar (KB) Yayasan Pendidikan Dharmawangsa melaksanakan rekreasi bersama di Bukit Kubu, Berastagi, Sabtu-Minggu (1-2/8). Demikian Ketua Panitia Salahuddin Has, SH, MA didampingi Sekretarisnya Dra Farida Hanum, Rabu (5/8). 

Menurutnya, rekreasi bersama ini bertujuan untuk menjalin ukhuwah Islamiyah seluruh keluarga besar Dharmawangsa, baik itu pihak rektorat, dosen, guruguru SMA, karyawan dan seluruh fungsionaris di Dharmawangsa. “Ke depan kita harapkan dengan rekreasi ini terjalin hubungan yang harmonis antara semua elemen yang berada di dalam kampus Yayasan Pendidikan Dharmawangsa, apalagi bulan suci Ramadhan akan segera tiba,” kata Salahuddin yang juga PR III Universitas Dharmawangsa ini. 

Ditambahkan Farida Hanum, rekreasi ini dilaksanakan untuk memulihkan kembali kepenatan yang dialami seluruh elemen di Yayasan Pendidikan Dharmawangsa yang selama ini beraktivitas penuh di dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Dalam rekreasi itu selain menjalin keakraban di antara civitas akademika juga diisi dengan berbagai perlombaan di antaranya, bola basket, arobik, melukis wajah dan lucky draw, sebut Farida. 

Turut hadir dalam kesempatan itu Rektor Universitas Dharmawangsa Kusbianto, SH. MHum, PR I Prof Lahmuddin Lubis, PR II Muzzakir, SE, Prof. Dr. RM. H. Subanindyo H, SH Prof. Suhedi, SH, M.Hum, Kepala SMA Drs. Sutrisno danWakil Kepsek Drs. Ahmad Syamsuri Matondang.

Sumber: http://www.myplick.com/view/2rIoefwTwmp/Waspada-Nasional-6-Agustus-2009?utm_source=feedburner&utm...

Hampir Seribu Guru di Medan Belum Terima Tunjangan APBN

Medan, Harian Analisa, Jumat, 19 September 2008

Meskipun sudah menandatangani kwitansi dan blanko akan mendapatkan dana tunjangan Anggaran Pengeluaran Belanja Negara (APBN), namun hampir seribu guru terdiri dari guru honor SD Negeri di Medan, guru SD, SMP dan SMA swasta kecewa. Pasalnya, saat dilihat tidak ada dana mengalir ke rekening mereka.

Hal ini terungkap pada pertemuan silaturahmi antara Lembaga Peduli Pendidikan Indonesia (LPPI) Kota Medan dengan Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), di Aula Rektor UMSU, Jalan Kapten Muchtar Basri Medan, Rabu (17/9).

Ketua LPPI Kota Medan, Drs A Rivai Parinduri menyatakan, terlambat dana APBN diterima guru-guru honor SD Negeri di Kota Medan dan guru swasta diduga ada indikasi permainan orang Dinas Pendidikan Kota Medan.

Menurutnya, banyak anggota LPPI yang telah menandatangani kwitansi penerimaan dana bantuan tersebut tapi saat dicek di bank dana tersebut tidak ada.
Rivai juga meminta kepada Dinas Pendidikan Provinsi agar segera menangani permasalahan ini. Jika tidak, LPPI yang memiliki 3000an anggota akan membuat laporan kepada Mendiknas dengan tembusan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menkeu, Gubsu dan pejabat terkait.

Ahmad Siregar, SPdI, guru honor di SD 067248, Medan Marelan yang juga Ketua LPPI Kecamatan Medan Marelan mengakui telah menandatangani blanko pencairan dana APBN di Dinas Pendidikan Medan sebesar Rp1.140.000. Tapi, setelah di cek di bank dana tersebut tidak ada.

Hal senada juga diakui pengurus LPPI Medan lainnya, alasan tidak dikeluarkan dana bantuan APBN karena banyak guru tidak memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) yang dikeluarkan Depdiknas.

Namun, dia berharap pemerintah mempercepat pengeluaran bagi yang telah mendapatkannya, paling lambat empat hari menjelang lebaran karena sangat membantu bagi guru-guru yang akan merayakan Lebaran.

Sebelumnya, Rivai Parinduri didampingi 11 ketua dari 21 pengurus LPPI se Kota Medan dan Dewan Pembina Adi Munasip SE MM meminta kepada Rektor UMSU H Bahdin Nur Tanjung yang dikenal sebagai tokoh pendidikan di Sumut untuk menjadi salah satu dewan pakar di LPPI Kota Medan.

Prospek yang baik 

Sementara Rektor UMSU H Bahdin Nur Tanjung SE MM mengaku prihatin dengan realita kehidupan guru di Indonesia.

Menurutnya, pemerintah tidak boleh membeda-bedakan antara guru negeri dan swasta. Bahkan dia menegaskan, tunjangan guru dari APBN jika sudah dianggarkan hendaknya cepat dibagikan.

Bahdin mengaku, kehadiran LPPI di Kota Medan menjadi pioner lembaga bagi aktivitas pembelaan terhadap guru. Untuk itu, tujuan LPPI hendaknya selain bisa membantu anggota juga mengarah kepada peningkatan kualitas pendidikan.

“Saya melihat kehadiran LPPI Kota Medan sejak 2003 hingga ke sejumlah daerah kabupaten/kota se Sumut memiliki prospek yang baik untuk kekuatan besar sehingga bisa mempengaruhi kepada setiap pengambilan kebijakan.

Pada kesempatan itu, Bahdin didampingi Kepala Biro Kemahasiswaan Rahmat Kartolo Simanjuntak dan Humas UMSU, Drs Anwar Bakti menyatakan ketersediaannya menjadi dewan pakar LPPI Kota Medan.

Turut hadir, Drs Andi Surbakti, Drs Ahmad Syamsuri Matondang dan 11 Ketua LPPI Kecamatan di Medan.

Secara terpisah Kadis Pendidikan Kota Medan Drs Hasan Basri MM ketika dikonfirmasi melalui telepon selular mengatakan, adanya guru yang tidak mendaftar kemungkinan tidak memenuhi persyaratan.

Untuk itu, Dinas Pendidikan Medan telah mengusulkan awal, jika tidak mendapat dana APBN guru kemudian diusulkan ke bantuan dana APBD.

Ketika ditanya soal guru yang telah menandatangani blanko tapi dana tidak mengalir ke rekening. Hasan mengakui seharusnya guru bersabar dan terus berjuang dengan sering melihat rekeningnya. “Kemungkinan ada kesalahan teknis,” lanjutnya.

Sumber: http://yayasan-kksp.blogspot.com/2008/09/hampir-seribu-guru-di-medan-belum.html

Golongan yang Mendapat Petunjuk

Oleh Drs. Ahmad Syamsuri Matondang

Tulisan ini dimuat di Harian Waspada 10 Agustus 2007

Dalam Al-Qur'an, lebih dari 300 kali perkataan yang berasal dari kata pokok hadaa (petunjuk) disebutkan. Ada yang berbentuk kata benda seperti hidayah, hudan dan muhtadun. Ada yang berbentuk kata kerja seperti yahdi, hadaina, hadakum, ihdina, ihtada dan lain-lain. Berulang-ulangnya kata ini disebutkan dalam Al-Qur'an menunjukkan bahwa di dalamnya terkandung pengertian yang amat penting.

Muhammad Abduh mengartikan hidayah sebagai "petunjuk halus yang menyampaikannya pada tujuan". Dalam kaitannya dengan petunjuk Allah atau hidayatullah, beliau mengartikan sebagai petunjuk Allah yang disampaikan kepada makhluk-Nya, yang dengan petunjuk itu, mereka dapat mencapai tujuan penciptaannya. 
Ibarat berjalan dimalam hari yang gelap, cahaya kilat dapat menerangi jalan bagi orang yang melintas, itulah hidayah. Kebalikan dari hidayah adalah dhilalah, kesesatan. 
Sebagaimana hidayah, kata dhilalah juga banyak diulang dalam Al-Qur'an. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang sesat itu jumlahnya juga tidak sedikit, bila dibanding dengan yang mendapat hidayah. Sepanjang perjalanan dunia, hanya ada dua kelompok manusia, yakni yang mendapat petunjuk (hidayah) dan yang sesat (dhilalah).

Macam-macam Hidayah

Semua makhluk Allah di bumi pada dasarnya telah diberi hidayah sesuai dengan tingkatan eksistensinya. Makhluk yang paling rendah tingkatan eksistensinya mendapat hidayah tingkat rendah, begitu seterusnya sampai yang paling tinggi. Ada beberapa macam hidayah yang diberikan Allah kepada makhluknya.

Pertama, hidayah Tabi'i. Dalam hal ini dikemukakan sebuah contoh, seorang bayi belum bisa mengungkapkan keinginan dan kebutuhannya dengan katakata, bahkan ia sendiripun belum mengetahui apa sebenarnya kebutuhannya itu. Akan tetapi agar sibayi tetap dapat mempertahankan kehidupannya, Allah SWT, memberikan kepadanya hidayah tingkatan thabi'i. Dengan itu ia bisa menangis ketika terasa lapar dan haus atau sedang kedinginan dan orang disekitarnya mengerti apa keinginan si bayi dengan tangisnya itu.

Kedua, hidayah hawasi. Hawas berarti alat badani yang mudah berasa atau bergerak (peka) manakala mendapatkan rangsangan dari luar dirinya, seperti rangsangan bau, suara atau cahaya. Pada hewan hidayah ini telah diberikan Allah sejak mereka lahir, secara sempurna. Lain halnya dengan manusia, alat inderawinya berproses dalam waktu yang agak lama. Setelah mengalami beberapa kali percobaan dan serangkaian pengalaman, barulah fungsi-fungsi indera itu bisa aktif. Adapun indera manusia yang paling cepat tumbuh adalah pendengaran kemudian menyusul penglihatan, perasaan dan perasa tubuh.

Ketiga, hidayah Aqli. Jika hidayah thabi'i dan hawasi diberikan kepada makhluk hewani, hidayah  ketiga ini khusus diberikan kepada manusia. Inilah yang membedakan manusia secara tegas dengan makhluk binatang. Melalui hidayah akal ini manusia mengetahui baik dan buruk. Dengan akalnya, manusia mempunyai harga diri, rasa malu dan kesadaran moral lainnya. Jika ada manusia yang tidak mempunyai rasa malu, maka sesungguhnya ia telah kehilangan alat kontrol dirinya berupa hidayah akli. 

Dengan akal pula manusia dapat membetulkan beberapa kesalahan dua hidayah sebelumnya. Misalnya, mata melihat bintang-bintang di langit lebih kecil dibanding dengan bulan. Dengan akalnya manusia kemudian dapat memberi penjelasan bahwa sebenarnya bintang jauh lebih besar dibanding bulan. Mengapa kelihatannya bintang lebih kecil? Adalah karena jaraknya yang lebih jauh dari bumi dibanding bulan.
Keempat, hidayah diini. Hidayah ini menyempurnakan semua hidayah yang disebut sebelumnya. Manusia tidak cukup hanya mengandalkan akalnya saja. Sebab bagaimanapun hebatnya, akal manusia mempunyai keterbatasan. Kebenaran yang dicapai akal hanya bersifat relatif, adapun kebenaran hakiki adalah kebenaran agama. 

Ada beberapa hal dalam agama yang tidak tertangkap oleh akal manusia, seperti keberadaan Allah dan kehidupan pada dimensi di luar kehidupan dunia. Agar manusia dapat memperoleh kebenaran yang hakiki dan hidup sejahtera, maka Allah telah menurunkan petunjuk berupa agama (di'in). Pada setiap manusia, Allah SWT. telah memberikan potensi agama, yang dikenal dengan istilah "hanif" atau "fitrah". Dalam menerima kebenaran ini, manusia terbagi dua, ada yang menerima dengan baik tetapi ada yang menolak. 

Sebenarnya ada satu lagi hidayah yang diberikan Allah  kepada manusia yaitu hidayah taufiqi. Hanya orang-orang tertentu saja dari hamba-hamba Allah yang terpilih untuk menerima hidayah jenis ini. Mereka adalah orang-orang yang dikenal sebagai kekasih Allah. Taufiq berarti "sesuai atau tepat." Artinya, kehendak manusia bertepatan dengan kehendak Allah, rencana manusia bersesuaian dengan rencana-Nya. Contoh, manusia yang mendapat hidayah taufiq  ini senantiasa berkeinginan mendekatkan diri kepada Allah, sedang Allah sendiri juga berkehendak agar manusia mendekatkan dirinya kepada-Nya. Maka jadilah shalat (yang merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT), terasa ringan  mengerjakannya. Sebaliknya mereka yang tidak mendapatkan hidayah taufiqi akan merasa berat, malas mengerjakan shalat itu.

Yang mendapat petunjuk

Ada beberapa macam manusia yang mendapatkan petunjuk. Ada dengan cara yang sangat mudah, ada yang berat, bahkan ada yang tidak bisa mendapatkannya.
Allah SWT. Tidak akan pernah memberikan hidayah kepada yang jahat lagi aniaya dan kepada mereka yang memang tidak mau menerimanya. Karena hanya orang-orang baik saja yang mampu memikulnya, yaitu para muhsiniin dan muttaqiin. Allah SWT. berfirman: "Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung hikmat, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan" (QS. Luqman: 1-2). Ayat yang lain, Allah menegaskan,"Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberikan petunjuk orang-orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus" (QS. Al-Baqarah: 213).

Sebaliknya hidayah tidak diberikan Allah kepada orang yang tidak dikehendakinya, yakni orang yang fasik, dhalim dan kafir, yang hanya mendapatkan dhilalah, kesesatan hidup di dunia dan akhirat. Tentang hal ini, Allah berfirman," Allah tidak memberi hidayah kepada orang-orang yang fasik" (QS. Al-maaidah: 108), juga firman-Nya, "Dan Allah tidak menunjuki orang-orang yang dahlim" (QS. Ali Imran: 86), "Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang kafir" (QS. At-Taubah: 37). Hidayah Allah tidak diberikan secara gratis. 

Hanya orang yang benar-benar bersunguh-sungguh dan berusaha mendapatkannya yang akan diberikan hidayah itu. Keseriusan dalam mencari hidayah Allah ditunjukkan dengan senantiasa menegakkan shalat, menunaikan zakat dan meyakini akan adanya hari akhirat (QS. Luqman: 4). Adapun orang-orang yang malas-malasan dan enggan, hidayah Allah tidak akan menghampirinya. Allah membuka rahasia hidayah ini dengan firman-Nya,"Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam memperoleh hidayahKu, niscaya akan Kami tunjuki jalan-jalanKu" (QS. Al-Ankabuut: 69). 

Jadi orang-orang yang mendapat petunjuk (hidayah) Allah adalah mereka yang senantiasa berbuat baik (muhsinin), tetap taqwa, menegakkan shalat, menunaikan zakat, beriman kepada hari akhirat dengan segala  peristiwa di dalamnya serta bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya. Said Hawwa mengatakan bahwa orang yang tidak mendapat hidayah Allah seperti bola bulat tanpa lobang, disiram air seberapa banyakpun tidak akan ada air yang masuk ke dalamnya. Karenanya berhati-hatilah,agar hidayah Allah tidak meninggalkan kita. Kata ulama,"Barangsiapa yang ditunjuki Allah, maka tidak siapapun yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang telah disesatkan Allah, siapa pun tidak akan dapat memberikan petunjuk kepadanya. 

Ya Allah, sinari hati kami dengan hidayahMu, sebagaimana matahari menyinari bumi terus menerus, Amiin!

Sumber: http://www.waspada.co.id/index.php/index.php?option=com_content&view=article&id=1623:golongan-yang-mendapat-petunjuk&catid=33:artikel-jumat&Itemid=98

Nilai Keikhlasan

Oleh Drs. Ahmad Syamsuri Matondang 

Tulisan ini dimuat di Harian Waspada, Jum’at, 01 Jul 2005

Dalam sebuah kesempatan Rasulullah SAW. Bersabda, "Berbahagialah orang-orang yang ikhlas dalam amalnya, yaitu mereka yang apabila nampak tidak dikenal dan jika absen (tidak hadir) tidak dicari orang. Mereka adalah pelita petunjuk yang menyapu bersih segala fitnah gelap" (HR. Baihaqi). Rasul menyampaikan hal itu sebab memang banyak sekali di antara para sahabat Nabi yang memiliki kriteria orang-orang mukhlisin itu. Satu di antara mereka adalah Uasy Al-Qarny. Ia memang tidak cukup dikenal oleh sahabat-sahabat yang lain. Tapi Rasulullah berpesan kepada Umar bin Khattab ra. Untuk menjumpainya (Al-Qarny), saat itu Rasul hanya menyebut ciri-cirinya sebagaimana terungkap dalam hadits di atas. 

Setiap musim haji, Umar bin Khattabpun selalu menghadang jama'ah haji asal daerah Al-Qarny. Sampai pada suatu musim haji, Umar berhasil menemukannya. Orang yang serombongan dengannya terheran-heran, kenapa Umar yang saat itu menjabat sebagai khalifah mencari Al-Qarny. Mereka lebih heran lagi saat Umar meminta agar Al-Qarny mendo'akannya. Padahal setahu mereka Al-Qarny bukanlah orang yang cukup dikenal dalam rombongan mereka, masih ada beberapa orang yang jauh lebih dikenal. Ternyata juga Al-Qarny bukanlah orang yang dikenal dekat oleh orang-orang sedaerahnya sendiri. Tetapi mengapa Umar memperlakukannya seperti itu ? Pertanyaan itu yang menggelayut dipikiran mereka. 

Melalui peristiwa itu, barulah orang-orang melek bahwa ternyata Al-Qarny bukanlah orang sembarangan. Ia cukup dikenal Nabi karena kewaliannya. Ia adalah orang yang mendapat julukan "Masyahuurun fiissamaa' wa wajhuulun fiil ardh", terkenal diantara penghuni langit, tapi tidak populer di antara penghuni bumi. Dalam kultur Jawa orang seperti Al-Qarny ini disebut sebagai "rame ing gawe, sepi ing pamrih". Dan dalam istilah Al-Quran disebut "Ikhlas". 

Karenanya maka niat merupakan pangkal semua amal. Sebaik apapun amal seseorang tetapi bila tidak dilandasi dengan niat tulus semata-mata karenas Allah, akan dianggap sepi, tak bernilai. Rasulullah SAW. Bersabda, "Sesungguhnya segala amal itu tergantung
dari motivasi yang mendorongnya, dan bahwa tiap orang akan memperoleh ganjaran sesuai dengan motivasinya. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya tercatat sebagai hijrah karena Allah dan RasulNya. Barangsiapa yang berhijrah untuk memperoleh keuntungan duniawi atau untuk menyunting seorang perempuan, maka hijrahnya tercatat sesuai dengan niat dan tujuannya" (HR. Bukhari dan Muslim). 

Allah yang Maha Tahu segala yang tersembunyi dalam dada setiap manusia dan akan memberikan nilai setiap amal sesuai dengan niatnya. Apa yang nampak di luar belum menjadi jaminan diterima atau ditolaknya sebuah amalan. Baik dan buruk itu sangat ditentukan oleh motivasi dasarnya. Allah sangat teliti dalam masalah ini. Kembali Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh-tubuh dan bentuk-bentukmu, tetapi melihat isi hatimu" (HR. Muslim). Allah sendiri telah mewanti-wanti dalam firman-Nya, "Sesungguh Tuhanmu amat sangat Maha Teliti" (QS. Al-Fajr: 14). 

Bila ada orang yang sama-sama shalat qiamul laill, sama-sama berpuasa Senin dan Kamis, belum tentu nilainya sama disisi Allah. Demikianpun dengan orang yang sama-sama berperang menghadapi musuh, sama-sama berani untuk mati, sama-sama meneriakkan "Allahu Akbar", tapi raportnya di sisi Allah bisa berbeda. Salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, "seorang pria berperang dengan penuh keberanian, seorang berperang karena amarah, dan seorang berperang untuk mendapatkan pujian, manakah tiga sifat itu yang dapat digolongkan fii sabilillah?" Rasulullah menjawab," Barangsiapa berperang untuk mempertahankan kalimat Allah agar tetap di atas, dialah yang berada di jalan Allah" (HR.Bukhari dan Muslim). 

Suatu hari salah seorang sahabat wanita melihat sekumpulan anak muda yang berjalan pelan-pelan dan terlalu menunduk seakan menunjukkan berjalannya orang yang tawadhu'. Sahabat itupun kemudian bertanya kepada orang lain,"Siapakah mereka itu?" Ada yang menjawab, "Mereka adalah pemuda ahli ibadah". Sahabat wanita itu berkata,"Demi Allah, jika berjalan, Umar adalah orang yang paling cepat, jika berkata, suaranya paling lantang. Jika memukul, pukulannya menyakitkan. Tapi dia juga seorang ahli ibadah yang sebenarnya". (Sahabat itu hanya tidak ingin orang menilai seseorang itu ahli ibadah hanya karena bentuk pakaiannya dan cara berjalannya). 

Demikianpun dengan kisah berikut ini. Suatu kali Umar bin Khattab melihat seseorang yang pura-pura menampakkan kekhusyukannya dalam shalat dengan cara menggeleng-gelengkan kepalanya. Maka Umar langsung menyambitnya dengan biji jagung, lalu berkata,"Ada apa kamu ini? tegakkan kepalamu dan jangan membuat agama kami mati, sehingga Allah membuatmu mati. Sesungguhnya kekhusyukan itu ada di dalam hati dan bukan berada di leher". 

Mimbar diskusi, podium pidato dan segala pagelaran yang ditampilkan manusia paling gampang dijadikan alat untuk menipu. Untuk itu jangan mudah kagum terhadap pikiran-pikiran orang yang dipaparkan dalam diskusi , dalam pertemuan silaturrahmi atau apalah namanya. Jangan mudah terkecoh oleh slogan-slogan dan kata-kata manis yang dilontarkan dan disampaikan lewat podium "kehormatan". Bahkan kita tidak boleh terheran-heran pada suatu karya besar sekalipun, sebab siapa tahu sebenarnya karya yang besar itu ketika dilakukan bukan karena niat ibadah, bukan karena niat kemaslahatan ummat tetapi justru karena kepentingan "sesuatu". Dalam kaitan ini Rasulullah SAW. Berpesan, "Jangan mengagumi amal perbuatan sampai ia menyelesaikan yang terakhir" (HR. At-Thabrani dan Al-Bazzar). Kecuali memang kita benar-benar telah menyaksikan bahwa karya besar itu dimaksudkan untuk kebaikan dan telah selesai dikerjakan dengan tujuan kemaslahatan ummat dan dengan niat ibadah. Dalam hal ini tidak ada salahnya memberikan penilaian positif kepada karya itu. 

Sebagai bagian terakhir dalam tulisan ini, mari renungkan peringatan Rasulullah yang mensinyalir betapa dalam kehidupan ini banyak sekali penipuan, kemunafikan. Beliau mengingatkan agar ummat tidak mudah terkecoh, ternyata dalam kehidupan ini masih teramat banyak "musang berbulu ayam", ada udang di balik batu, ada ambisi di balik sesuatu. Sabda beliau,"Seorang melakukan amalan-amalan ahli syurga sebagaimana tampak bagi orang-orang tetapi sesungguhnya dia termasuk penghuni neraka. Dan seorang lagi melakukan amalan-amalan ahli neraka sebagaimana disaksikan orang tetapi sebenarnya ia tergolong penghuni syurga" (HR.Bukhari). 

Menyikapi munculnya beberapa kasus akhir-akhir ini, mulai dari penambahan-penambahan amalan dalam beribadah, lalu kemudian pengajaran yang jauh melenceng dari apa yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah SAW. Ambillah sikap menanti dan melihat. Memutuskan seseorang bersalah itu sangat gampang, sama gampangnya memutuskan seseorang itu sangat baik misalnya, Mungkin saja kesalahan ini bukan karena diri seseorang yang dituduh salah tetapi justru oleh orang lain (dibalik layar) yang sengaja ingin mengaburkan sesuatu dibalik itu. Sekali lagi mari kita mengambil sikap yang terbaik. 

Pada saat seperti sekarang ini kita rindu kehadiran sosok manusia seperti Uasy Al-Qarny yang selalu tida menunjukkan keikhlasannya dalam berbuat sesuatu di hadapan manusia , ia hanya melakukannya untuk Allah semata. Sungguh jauh berbeda dengan keadaan kita sekarang, dimana banyak orang berbuat sesuatu demi orang tertentu. Dunia ini akan damai, penuh cinta dan kasih sayang, aman dan tentram bila anggota masyarakatnya terdiri dari sosok-sosok seperti Al-Qarny, Insyaallah...

Sumber: http://www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php?article_id=62437

Minggu, 08 Agustus 2010

Cara Membuat (Mem-posting) Tulisan/Artikel di Blog



Login (Masuk) Blog

  1. Ketikkan di alamat browser: http://www.blogger.com
  2. Di kolom "Nama Pengguna (Email)", ketikkan alamat email
  3. Di kolom "Kata Sandi (Password)", ketikkan password
  4. Klik "Masuk"
Membuat tulisan/artikel baru
  1. Cari tombol "ENTRI BARU"
  2. Di kolom "Judul", ketikkan Judul tulisan/artikel
  3. Ketikkan isi tulisan/artikel di kolom di bawahnya.
  4. Pada kolom "Label" di bawah kolom isi tulisan yang telah dibuat, ketikkan label/kategori dari tulisan yang dibuat, misalnya Opini. Atau klik Show All dan pilih label yang dikehendaki.
  5. Klik "TERBITKAN ENTRI"
  6. Untuk melihat hasilnya,  klik "Lihat Entri", atau ketikkan alamat blog di alamat browser: http://ahmadsyamsuri.blogspot.com

Mengedit tulisan/artikel lama
  1. Pada bagian kanan atas, klik "Dasbor"
  2. Klik "Edit Entri"
  3. Lihat judul tulisan yang ingin di edit, lalu klik "Edit" (letaknya di sebelah "Lihat")
  4. Rubah Judul atau isi tulisan
  5. Klik "Terbitkan Entri"
Logout (Keluar) dari Mengedit Blog
  1. Lihat di bagian kanan atas, klik "Keluar"
  2. Selesai