Rabu, 20 Oktober 2010

Lebih Dekat Dengan Ibadah

LEBIH DEKAT DENGAN IBADAH
Oleh : Drs. Ahmad Samsuri
Firman Allah SWT, “Dan tidak Kami ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah / menyembah-Ku” ( QS. Az-Zaariyat : 56 ). Ini adalah landasan dasar tentang tujuan penciptaan manusia ke muka bumi ini. Tulisan kali ini ingin membawa kita kepada pengenalan lebih dekat tentang ibadah.
Secara bahasa, ibadah berarti ta’at, tunduk, menurut, mengikut dan do’a. Ibadah dalam arti taat diungkapkan dalam Al-Qur-an, antara lain firman Allah SWT , “Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kamu hai bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan, sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu” ( QS. Yasin : 60 ). Ibadah dari segi pelaksanaannya dapat dibagi dalam tiga bentuk.  Pertama, ibadah jasmaniah rohiah          (rohaniah) , yaitu perpaduan ibadah jasmani dan rohani, seperti shalat dan puasa. Kedua, ibadah rohiah dan maliah, yaitu perpaduan antara ibadah rohani dan harta, seperti zakat. Ketiga, ibadah jasmaniah, rohiah dan maliah sekaligus, seperti melaksanakan haji. Adapun ibadah ditinjau dari segi kepentingannya ada dua, yaitu kepentingan fardi ( perorangan ) seperti shalat dan puasa, serta kepentingan ijtima’i ( masyarakat ), seperti zakat dan haji.
Sementara ditinjau dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dapat dikategorikan kepada lima macam, (1) Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan ( ucapan lidah ), seperti berzikir, berdo’a, membaca Al-Qur-an. (2) Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membantu atau menolong orang lain, jihad dan tajhij al janajah   ( pengurusan jenajah ). (3) Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya seperti shalat, puasa, zakat dan haji.  (4) Ibadah yang tata cara dan pelaksanaannya berbentuk menahan diri seperti puasa, iktikaf dan ihram dan (5) Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan terhadap dirinya dan membebaskan seseorang yang berhutang kepadanya.
Hakikat ibadah adalah menumbuhkan kesadaran diri manusia bahwa ia adalah makhluk Allah SWT yang diciptakan sebagai insan yang mengabdi kepada-Nya sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat az-Zaariyat ayat 56. Dengan demikian, nyatalah bahwa manusia itu diciptakan bukan sekedar untuk hidup menempati dunia ini dan kemudian mengalami kematian tanpa adanya pertanggung jawaban kepada penciptanya, melainkan manusia itu diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdi kepada-Nya. Hal ini dinyatakan pula oleh Allah dalam firman-Nya, “ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam ( menjalankan ) agama dengan lurus” ( QS. Al-Bayyinah : 5 ). Dari ayat tersebut, dapat diartikan bahwa manusia diciptakan bukan sebagai unsur pelengkap isi alam saja yang hidupnya tanpa tujuan, tugas dan tanggung jawab, akan tetapi penciptaannya melebihi penciptaan makhluk lainnya.
Pada hakikatnya, manusia itu diperintahkan supaya mengabdi kepada Allah. Karena itu tidak ada alasan baginya untuk mengabaikan kewajiban beribadah kepada-Nya. Allah SWT berfirman, “Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertaqwa” ( QS.al-Baqarah : 21 ). Pada prinsipnya, ibadah merupakan sari ajaran Islam, yang berarti penyerahan diri secara sempurna pada kehendak Allah SWT. Dengan demikian, hal ini akan mewujudkan suatu sikap dan perbuatan dalam bentuk ibadah. Apabila hal ini dapat dicapai sebagai nilai dalam sikap dan prilaku manusia, maka akan lahir suatu keyakinan untuk tetap mengabdikan diri kepada Allah SWT. Ini berarti tidak akan terbuka peluang bagi penyimpangan-penyimpangan yang dapat merusak pengabdian kepada Allah SWT. Penyimpangan pengabdian berarti akan merusak diri manusia itu sendiri, bukan merusak dan berakibat kepada Allah SWT. Oleh karena itu, beribadah atau tidaknya manusia, tidaklah mengurangi keagungan, kekuasaan dan kebesaran Allah SWT sebagai Rabb ( pencipta, penguasa, pemelihara, pemilik ) alam semesta ini.
Manusia yang telah menyatakan dirinya sebagai muslim dituntut untuk senantiasa melaksanakan ibadah sebagai pertanda keikhlasan mengabdikan diri kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan beribadah, berarti pengakuannya sebagai seorang muslim diragukan dan dipertanyakan. Jika ada kesenjangan antara pengakuan dan amal ibadah, berarti ia belum memahami sepenuhnya konsepsi syari’at tentang kewajiban pengabdian kepada Allah SWT.
Dalam syari’at Islam diungkapkan bahwa tujuan akhir dari semua bentuk aktivitas hidup manusia adalah pengabdian kepada Allah SWT, sebab Ia adalah wujud yang kreatif, yang telah menciptakan manusia serta alam. Sebagai Rabb bagi manusia, Allah SWT tidak membebankan kepada manusia kewajiban beribadah di luar batas kemampuan manusia itu sendiri.  Melaksanakan perintah Allah SWT itu saja telah bernilai ibadah, sebab tidak satu pun anjuran dan perintah-Nya yang tidak bernilai ibadah. Demikian juga dengan larangan-larangan-Nya; jika manusia mematuhinya, maka semuanya akan bernilai ibadah. Bahkan menurut Islam, setiap aktivitas manusia yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT, bernilai ibadah.
Tujuan ibadah dalam Islam bukan sejenis perbuatan magis, yang bermaksud mengundanag campur tangan adikodrati di dunia yang terikat dengan hukum kausalitas ( sebab akibat ). Ibadah juga bukan pemujaan yang mengandung maksud berlebihan dengan mengharapkan pertolongan dari yang Maha Kuasa. Tetapi ibadah merupakan pengabdian dan dedikasi terhadap semangat hidup yang bertujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT, karena Dia lah yang telah ‘ammah.menciptakan dan memberi kehidupan kepada manusia dan makhluk lainnya.
Macam-Macam Ibadah
Secara garis besar ibadah dapat dibagi menjadi dua macam; ibadah khassah dan ibadah ‘ammah.  Ibadah khassah ( khusus ) atau disebut juga ibadah mahdah ( ibadah yang ketentuannya pasti ), yakni ketentuan dan pelaksanaannya telah ditetapkan oleh nas dan merupakan sari ibadah kepada Allah SWT, seperti shalat, zakat, puasa Ramadhan dan haji. Sedangkan ibadah ‘ammah ( umum ), adalah semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, seperti minum, makan, bekerja mencari nafkah dll. Dalam hal ini, niat menjadi sesuatu yang sangat penting. Bila seseorang bekerja dengan niat agar dapat menafkahi keluarga dan dapat mendekatkan diri kepada Allah , maka ia akan bernilai ibadah . Seseorang yang makan dengan niat untuk beribadah dengan seseorang yang makan dengan niat agar kuat dan sehat, tentunya berbeda dalam niatnya.
Dalam ibadah ‘ammah, adanya usaha untuk mendapatkan suatu kebajikan berkaitan erat dengan sikap dan prilaku seseorang dalam kehidupannya. Sikap dan prilaku itu ada hubungannya dengan tujuan hidup manusia itu sendiri. Bila manusia sadar akan dirinya, akan fungsinya dan sadar darimana ia datang dan akan kemana ia pulang, tentu dia akan mengikuti rumusan tujuan hidup yang berasal dari penciptanya.Dia tidak akan keluar dari konsepsi yang telah Allah augerahkan kepadanya. Semua fasilitas yang ada di muka bumi akan dijadikannya menjadi sesuatu yang dapat mendekatkannya dengan Allah SWT.
Manusia yang mampu menjadikan semua aktivitas dirinya untuk mendapatkan ridha Allah SWT berarti melakukan suatu amal ibadah yang amat besar artinya dalam mencapai tujuan hidup yang telah ditetapkan Allah SWT.  Yang dimaksud dengan segala aktivitas di sini ialah semua bentuk usaha yang dilakukannya, seperti bertani, berdagang, berorganisasi, buruh, sebagai pengusaha, da’i, belajar, mengajar, menarik beca dan lain sebagainya. Semuanya akan menjadi ibdah ‘ammah bila dilandasi dengan niat mencari keridhaan Allah SWT dan dilaksanakannya juga mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh – Nya.

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar