Rabu, 18 Agustus 2010

Nilai Keikhlasan

Oleh Drs. Ahmad Syamsuri Matondang 

Tulisan ini dimuat di Harian Waspada, Jum’at, 01 Jul 2005

Dalam sebuah kesempatan Rasulullah SAW. Bersabda, "Berbahagialah orang-orang yang ikhlas dalam amalnya, yaitu mereka yang apabila nampak tidak dikenal dan jika absen (tidak hadir) tidak dicari orang. Mereka adalah pelita petunjuk yang menyapu bersih segala fitnah gelap" (HR. Baihaqi). Rasul menyampaikan hal itu sebab memang banyak sekali di antara para sahabat Nabi yang memiliki kriteria orang-orang mukhlisin itu. Satu di antara mereka adalah Uasy Al-Qarny. Ia memang tidak cukup dikenal oleh sahabat-sahabat yang lain. Tapi Rasulullah berpesan kepada Umar bin Khattab ra. Untuk menjumpainya (Al-Qarny), saat itu Rasul hanya menyebut ciri-cirinya sebagaimana terungkap dalam hadits di atas. 

Setiap musim haji, Umar bin Khattabpun selalu menghadang jama'ah haji asal daerah Al-Qarny. Sampai pada suatu musim haji, Umar berhasil menemukannya. Orang yang serombongan dengannya terheran-heran, kenapa Umar yang saat itu menjabat sebagai khalifah mencari Al-Qarny. Mereka lebih heran lagi saat Umar meminta agar Al-Qarny mendo'akannya. Padahal setahu mereka Al-Qarny bukanlah orang yang cukup dikenal dalam rombongan mereka, masih ada beberapa orang yang jauh lebih dikenal. Ternyata juga Al-Qarny bukanlah orang yang dikenal dekat oleh orang-orang sedaerahnya sendiri. Tetapi mengapa Umar memperlakukannya seperti itu ? Pertanyaan itu yang menggelayut dipikiran mereka. 

Melalui peristiwa itu, barulah orang-orang melek bahwa ternyata Al-Qarny bukanlah orang sembarangan. Ia cukup dikenal Nabi karena kewaliannya. Ia adalah orang yang mendapat julukan "Masyahuurun fiissamaa' wa wajhuulun fiil ardh", terkenal diantara penghuni langit, tapi tidak populer di antara penghuni bumi. Dalam kultur Jawa orang seperti Al-Qarny ini disebut sebagai "rame ing gawe, sepi ing pamrih". Dan dalam istilah Al-Quran disebut "Ikhlas". 

Karenanya maka niat merupakan pangkal semua amal. Sebaik apapun amal seseorang tetapi bila tidak dilandasi dengan niat tulus semata-mata karenas Allah, akan dianggap sepi, tak bernilai. Rasulullah SAW. Bersabda, "Sesungguhnya segala amal itu tergantung
dari motivasi yang mendorongnya, dan bahwa tiap orang akan memperoleh ganjaran sesuai dengan motivasinya. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya tercatat sebagai hijrah karena Allah dan RasulNya. Barangsiapa yang berhijrah untuk memperoleh keuntungan duniawi atau untuk menyunting seorang perempuan, maka hijrahnya tercatat sesuai dengan niat dan tujuannya" (HR. Bukhari dan Muslim). 

Allah yang Maha Tahu segala yang tersembunyi dalam dada setiap manusia dan akan memberikan nilai setiap amal sesuai dengan niatnya. Apa yang nampak di luar belum menjadi jaminan diterima atau ditolaknya sebuah amalan. Baik dan buruk itu sangat ditentukan oleh motivasi dasarnya. Allah sangat teliti dalam masalah ini. Kembali Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh-tubuh dan bentuk-bentukmu, tetapi melihat isi hatimu" (HR. Muslim). Allah sendiri telah mewanti-wanti dalam firman-Nya, "Sesungguh Tuhanmu amat sangat Maha Teliti" (QS. Al-Fajr: 14). 

Bila ada orang yang sama-sama shalat qiamul laill, sama-sama berpuasa Senin dan Kamis, belum tentu nilainya sama disisi Allah. Demikianpun dengan orang yang sama-sama berperang menghadapi musuh, sama-sama berani untuk mati, sama-sama meneriakkan "Allahu Akbar", tapi raportnya di sisi Allah bisa berbeda. Salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, "seorang pria berperang dengan penuh keberanian, seorang berperang karena amarah, dan seorang berperang untuk mendapatkan pujian, manakah tiga sifat itu yang dapat digolongkan fii sabilillah?" Rasulullah menjawab," Barangsiapa berperang untuk mempertahankan kalimat Allah agar tetap di atas, dialah yang berada di jalan Allah" (HR.Bukhari dan Muslim). 

Suatu hari salah seorang sahabat wanita melihat sekumpulan anak muda yang berjalan pelan-pelan dan terlalu menunduk seakan menunjukkan berjalannya orang yang tawadhu'. Sahabat itupun kemudian bertanya kepada orang lain,"Siapakah mereka itu?" Ada yang menjawab, "Mereka adalah pemuda ahli ibadah". Sahabat wanita itu berkata,"Demi Allah, jika berjalan, Umar adalah orang yang paling cepat, jika berkata, suaranya paling lantang. Jika memukul, pukulannya menyakitkan. Tapi dia juga seorang ahli ibadah yang sebenarnya". (Sahabat itu hanya tidak ingin orang menilai seseorang itu ahli ibadah hanya karena bentuk pakaiannya dan cara berjalannya). 

Demikianpun dengan kisah berikut ini. Suatu kali Umar bin Khattab melihat seseorang yang pura-pura menampakkan kekhusyukannya dalam shalat dengan cara menggeleng-gelengkan kepalanya. Maka Umar langsung menyambitnya dengan biji jagung, lalu berkata,"Ada apa kamu ini? tegakkan kepalamu dan jangan membuat agama kami mati, sehingga Allah membuatmu mati. Sesungguhnya kekhusyukan itu ada di dalam hati dan bukan berada di leher". 

Mimbar diskusi, podium pidato dan segala pagelaran yang ditampilkan manusia paling gampang dijadikan alat untuk menipu. Untuk itu jangan mudah kagum terhadap pikiran-pikiran orang yang dipaparkan dalam diskusi , dalam pertemuan silaturrahmi atau apalah namanya. Jangan mudah terkecoh oleh slogan-slogan dan kata-kata manis yang dilontarkan dan disampaikan lewat podium "kehormatan". Bahkan kita tidak boleh terheran-heran pada suatu karya besar sekalipun, sebab siapa tahu sebenarnya karya yang besar itu ketika dilakukan bukan karena niat ibadah, bukan karena niat kemaslahatan ummat tetapi justru karena kepentingan "sesuatu". Dalam kaitan ini Rasulullah SAW. Berpesan, "Jangan mengagumi amal perbuatan sampai ia menyelesaikan yang terakhir" (HR. At-Thabrani dan Al-Bazzar). Kecuali memang kita benar-benar telah menyaksikan bahwa karya besar itu dimaksudkan untuk kebaikan dan telah selesai dikerjakan dengan tujuan kemaslahatan ummat dan dengan niat ibadah. Dalam hal ini tidak ada salahnya memberikan penilaian positif kepada karya itu. 

Sebagai bagian terakhir dalam tulisan ini, mari renungkan peringatan Rasulullah yang mensinyalir betapa dalam kehidupan ini banyak sekali penipuan, kemunafikan. Beliau mengingatkan agar ummat tidak mudah terkecoh, ternyata dalam kehidupan ini masih teramat banyak "musang berbulu ayam", ada udang di balik batu, ada ambisi di balik sesuatu. Sabda beliau,"Seorang melakukan amalan-amalan ahli syurga sebagaimana tampak bagi orang-orang tetapi sesungguhnya dia termasuk penghuni neraka. Dan seorang lagi melakukan amalan-amalan ahli neraka sebagaimana disaksikan orang tetapi sebenarnya ia tergolong penghuni syurga" (HR.Bukhari). 

Menyikapi munculnya beberapa kasus akhir-akhir ini, mulai dari penambahan-penambahan amalan dalam beribadah, lalu kemudian pengajaran yang jauh melenceng dari apa yang telah ditetapkan oleh
Rasulullah SAW. Ambillah sikap menanti dan melihat. Memutuskan seseorang bersalah itu sangat gampang, sama gampangnya memutuskan seseorang itu sangat baik misalnya, Mungkin saja kesalahan ini bukan karena diri seseorang yang dituduh salah tetapi justru oleh orang lain (dibalik layar) yang sengaja ingin mengaburkan sesuatu dibalik itu. Sekali lagi mari kita mengambil sikap yang terbaik. 

Pada saat seperti sekarang ini kita rindu kehadiran sosok manusia seperti Uasy Al-Qarny yang selalu tida menunjukkan keikhlasannya dalam berbuat sesuatu di hadapan manusia , ia hanya melakukannya untuk Allah semata. Sungguh jauh berbeda dengan keadaan kita sekarang, dimana banyak orang berbuat sesuatu demi orang tertentu. Dunia ini akan damai, penuh cinta dan kasih sayang, aman dan tentram bila anggota masyarakatnya terdiri dari sosok-sosok seperti Al-Qarny, Insyaallah...

Sumber: http://www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php?article_id=62437

Tidak ada komentar:

Posting Komentar